Lale Srimanggis: Si Kreatif yang Tak Lelah Mencari Peluang Baru

Dari kecil, Srimanggis menikmati eksplorasi pribadinya tentang berbagai proses bisnis. Dari mencoba berjualan tenun sejak SMP, bekerja di sebuah toko seni, sampai mengawasi para petani di sawah. Rasa ingin tahunya mendukung berbagai pengetahuan tentang komersialisasi produk tenun. Jika ingin tahu motif Lombok apa yang paling laku di pasaran, Srimanggis punya jawabannya.

Cekatan dan selalu sigap, begitu lah kesan yang kami dapat dari Lale Srimanggis. Ketika kami bertandang ke rumahnya, ia langsung memperlihatkan koleksi tenunnya dan menjelaskan bahwa motif yang paling laku di pasaran adalah motif Subehanalle, motif yang berasal dari kata “Subhanallah,” sebuah ekspresi kekaguman yang sering diucapkan oleh kaum Muslim. “Disebut Subehanalle karena dibuat di tempat yang tertutup dan gelap sehingga penenun tidak dapat melihat motif tersebut dari awal. Ketika kain sudah selesai dan dibawa ke tempat yang terang, maka sang penenun kaget melihat motif yang ia buat sangking bagusnya dan berteriak ‘Subhanallah!’,” Srimanggis bercerita mengenai tenun Lombok dengan sangat antusias.

Srimanggis dan tenun Subehanale dalam warna pastel. Motif Subehanale ini adalah motif khas dari desa Sukarara.

Srimanggis dan Bakat Wirausahanya

“Ketika saya SMP, saya sudah bisa membuat tenun dan ternyata hasil karya saya disukai oleh para pengumpul. Waktu itu saya bisa menjual hasil tenun saya dengan harga 200.000 rupiah, dengan modal 70.000 rupiah untuk membeli benang. Artinya saya dapat untung 130.000 rupiah. Adek tahu hasilnya itu saya apakan? Itu langsung saya belikan body lotion! Senang sekali waktu itu bisa beli kebutuhan sendiri dan tidak meminta orang tua,” jelasnya.

Kemampuan Srimanggis untuk melihat kesempatan inilah yang membuatnya tidak hanya pandai menenun, tetapi juga menjual tenun buatannya. “Wah, saya langsung ke Pasar Praya untuk beli kosmetik. Krim-krim itu lah. Ndak lupa juga perhiasan!,” terang Srimanggis dengan penuh semangat. Dari hasil tenun itulah ia memahami bahwa sebagai perempuan pun ia dapat mandiri dengan menjual berbagai produk seperti hewan ternak, hasil panen, juga tenun. Hasilnya pun dapat ia gunakan untuk investasi, seperti perhiasan yang ia beli. Srimanggis memang gemar sekali mengoleksi perhiasan. Hingga sekarang, ia mempunyai 12 perhiasan yang ia beli sebagai simpanan yang dapat ia gadaikan atau jual dengan cepat untuk keadaan darurat seperti biaya pendidikan anak.

Selain sebagai sumber penghasilan alternatif, tenun mempunyai peran lain bagi para anak perempuan untuk belajar mengenai keuangan dan bagaimana cara berwirausaha sejak dini. Bagi Srimanggis, selain dari tenun, pengalamannya dalam mengatur keuangan juga ia dapat saat bekerja di sebuah art shop selama 1 tahun untuk belajar mengatur keuangan dan mengetahui bagaimana usaha tenun berjalan.

Hari itu, Srimanggi mengawasi kegiatan panen di sawahnya. Ia harus mengatur waktu antara menjadi penenun, pengepul, dan juga tuan tanah.

Tuan Tanah di Sawah Sukarara

Sebuah mobil colt merah berhenti di depan rumah Srimanggis, tak lama, ia langsung mengajak kami untuk ikut dengannya ke sawah dengan mobil tersebut. Melewati sawah dan pohon-pohon pisang di Sukarara, kami menuju sawah di mana Bu Srimanggis akan mengurus panen. “Ini sedang musim panen, jadi saya tidak ada waktu untuk menenun karena saya mengawasi orang-orang di sawah,” ujar Srimanggis. Ia bercerita bahwa ia dan ibunya adalah tuan tanah yang menggunakan tanah kosong tersebut sebagai sawah. Sesampainya disana, para petani sedang sibuk memanen padi, puluhan sak-sak beras telah selesai dijemur dan direbahkan di pinggir sawah. Srimanggis sendiri membawa buku untuk mencatat berat karung-karung tersebut untuk dikirimkan pada pembeli dimana ia dapat memperoleh hasil panen hingga hitungan kwintal. Para petani terlihat sangat senang dan juga segan ketika Srimanggis datang. Sungguh, ibu satu ini dapat memberikan aura hangat dan bersahaja di saat yang sama.

Srimanggis adalah salah satu contoh perempuan berbakat dari Lombok yang dapat mengatur waktu dalam berbagai peran; mulai dari sebagai tuan tanah, penenun, hingga pengepul tenun. Dengan peran gandanya sebagai penenun dan pengepul, Srimanggis dapat melihat kebutuhan tenun dari dua sisi, “Kalau bisa ya, saya harap ada lah itu pelatihan pencelupan benang. Bukannya apa, tapi supaya bisa menekan biaya untuk beli benang. Ya daripada harus jauh-jauh beli dari kota,” paparnya. Dari pelatihan pencelupan benang tersebut, Ia juga berharap agar para penenun dapat menciptakan motif dan warna-warna baru yang lebih kontemporer sehingga produk dapat diterima ke pasar yang lebih luas.

Bersama dengan ibunya, yang juga merupakan seorang tuan tanah, Srimanggis menunjukkan tumpukan kain tenun Sukarara.

“Saya ingin orang-orang Lombok, apalagi orang desa ini bisa lebih percaya diri untuk berhadapan dengan orang-orang besar; untuk dapat mempromosikan tenunnya ke orang banyak”. Mimpi Srimanggis didasari akan keinginannya agar lebih banyak karya perempuan Lombok yang dikenal khalayak luas. Supaya, lebih banyak lagi perempuan Lombok yang berdaya secara ekonomi.

Pin It on Pinterest